Viral Tujuh-Guru honorer kecewa berat mendengarkan kabar bahwa pemerintah pusat tidak mengalokasikan anggaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi mereka. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2018, pemerintah hanya memberikan THR kepada PNS, TNI/Polri, dan pensiunan.
Nasib 736 ribu guru honorer di Indonesia memang merana dan tidak jelas. Selain tidak mendapatkan THR atau kenaikan pangkat, gaji yang mereka dapatkan setiap bulannya sangat kecil.
Iroh misalnya, seorang guru honorer di salah satu SMAN di Kabupaten Bekasi. Dia mengaku sudah 5 tahun menjadi guru honorer. Gaji yang dia terima per bulan hanya Rp 2 juta dengan jumlah jam kerja mencapai 32 jam per minggu.
Iroh mencoba membandingkan gaji dia dengan buruh pabrik di Kabupaten Bekasi yang jauh lebih baik. Gaji buruh pabrik di Kabupaten Bekasi tahun ini mencapai Rp 3,91 juta. Padahal Iroh adalah lulusan sarjana beda dengan buruh yang hanya lulusan SMA.
“Iri banget (soal gaji), makanya sempat kepikiran dulu enggak jadi guru. Mendingan gaji buruh lebih besar dari gaji guru padahal kita lulusan sarjana,” ungkap dia saat bercerita, Sabtu (26/5).
Iroh kemudian menceritakan suka duka menjadi guru honorer. Sukanya adalah dapat mendidik generasi bangsa. Sedangkan dukanya adalah gaji yang harusnya rutin dia terima setiap bulannya sering dirapel.
“Pernah gaji itu dirapel 3 sampai 4 bulan,” keluhnya.
Walaupun banyak dukanya, Iroh tetap semangat menjadi guru. Gaji kecil tak menghalangi untuk tetap setia mengabdi kepada negara. Dia pun berharap banyak kepada pemerintah untuk memberikan perhatian lebih besar kepada nasib guru honorer.
“Pemerintah harus lebih perhatian kepada nasib kita. Keberhasilan kelulusan siswa bukan hanya guru PNS yang menjamin tetapi juga kita. Tolong untuk gaji jangan dirapel lah, harus rutin setiap bulan,” ucapnya.
Hal yang sama diungkapkan Yayuk K, seorang guru honorer di salah satu SMAN di Bogor. Setiap bulan dia hanya menerima gaji Rp 2,7 juta. Meski begitu, dia berkomitmen untuk tetap setia menjadi guru.
“Jalani saja apa yang ada. Tentu harapan ada, semoga kehidupan guru honorer semakin sejahtera,” timpalnya.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Didi Supriyadi mengatakan, kesejahteraan PNS, termasuk guru semakin hari semakin diperhatikan pemerintah. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi guru honorer.
“Itu hanya PNS saja (yang kesejahteraannya meningkat). Honorer mana pernah berharap (dapat THR),” ujarnya.
Didi mengatakan, biasanya THR yang diterima oleh guru honorer berasal dari patungan rekan-rekan seprofesi yang berempati. Selama ini, menurutnya, guru honorer memang tidak pernah memperoleh THR dari pemerintah.
“Biasanya dapat dari patungan, itu kalau ada. Mereka mengajar di sekolah-sekolah milik pemerintah, tapi belum pernah dapat THR,” katanya.
Dia berpendapat, beban kerja guru honorer tak jauh berbeda dengan guru yang berstatus PNS. Pun terdapat juga guru honorer yang telah mengabdi hingga puluhan tahun. Namun pemerintah dianggapnya tutup mata atas hal itu.
“Seharusnya tahu ada yang sudah mengabdi puluhan tahun, tahu kalau beban kerjanya sama. Sampai sekarang status guru honorer masih enggak jelas,” tegas Didi.
Nasib 736 ribu guru honorer di Indonesia memang merana dan tidak jelas. Selain tidak mendapatkan THR atau kenaikan pangkat, gaji yang mereka dapatkan setiap bulannya sangat kecil.
Iroh misalnya, seorang guru honorer di salah satu SMAN di Kabupaten Bekasi. Dia mengaku sudah 5 tahun menjadi guru honorer. Gaji yang dia terima per bulan hanya Rp 2 juta dengan jumlah jam kerja mencapai 32 jam per minggu.
Iroh mencoba membandingkan gaji dia dengan buruh pabrik di Kabupaten Bekasi yang jauh lebih baik. Gaji buruh pabrik di Kabupaten Bekasi tahun ini mencapai Rp 3,91 juta. Padahal Iroh adalah lulusan sarjana beda dengan buruh yang hanya lulusan SMA.
“Iri banget (soal gaji), makanya sempat kepikiran dulu enggak jadi guru. Mendingan gaji buruh lebih besar dari gaji guru padahal kita lulusan sarjana,” ungkap dia saat bercerita, Sabtu (26/5).
Iroh kemudian menceritakan suka duka menjadi guru honorer. Sukanya adalah dapat mendidik generasi bangsa. Sedangkan dukanya adalah gaji yang harusnya rutin dia terima setiap bulannya sering dirapel.
“Pernah gaji itu dirapel 3 sampai 4 bulan,” keluhnya.
Walaupun banyak dukanya, Iroh tetap semangat menjadi guru. Gaji kecil tak menghalangi untuk tetap setia mengabdi kepada negara. Dia pun berharap banyak kepada pemerintah untuk memberikan perhatian lebih besar kepada nasib guru honorer.
“Pemerintah harus lebih perhatian kepada nasib kita. Keberhasilan kelulusan siswa bukan hanya guru PNS yang menjamin tetapi juga kita. Tolong untuk gaji jangan dirapel lah, harus rutin setiap bulan,” ucapnya.
Hal yang sama diungkapkan Yayuk K, seorang guru honorer di salah satu SMAN di Bogor. Setiap bulan dia hanya menerima gaji Rp 2,7 juta. Meski begitu, dia berkomitmen untuk tetap setia menjadi guru.
“Jalani saja apa yang ada. Tentu harapan ada, semoga kehidupan guru honorer semakin sejahtera,” timpalnya.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Didi Supriyadi mengatakan, kesejahteraan PNS, termasuk guru semakin hari semakin diperhatikan pemerintah. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi guru honorer.
“Itu hanya PNS saja (yang kesejahteraannya meningkat). Honorer mana pernah berharap (dapat THR),” ujarnya.
Didi mengatakan, biasanya THR yang diterima oleh guru honorer berasal dari patungan rekan-rekan seprofesi yang berempati. Selama ini, menurutnya, guru honorer memang tidak pernah memperoleh THR dari pemerintah.
“Biasanya dapat dari patungan, itu kalau ada. Mereka mengajar di sekolah-sekolah milik pemerintah, tapi belum pernah dapat THR,” katanya.
Dia berpendapat, beban kerja guru honorer tak jauh berbeda dengan guru yang berstatus PNS. Pun terdapat juga guru honorer yang telah mengabdi hingga puluhan tahun. Namun pemerintah dianggapnya tutup mata atas hal itu.
“Seharusnya tahu ada yang sudah mengabdi puluhan tahun, tahu kalau beban kerjanya sama. Sampai sekarang status guru honorer masih enggak jelas,” tegas Didi.
0 komentar:
Posting Komentar